Tegal — Jateng, targetjurnalis.id
Ketidakjelasan informasi pada papan kegiatan pembangunan jalan di Desa Kemantran, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal, memicu pertanyaan besar di tengah masyarakat. Berdasarkan hasil penelusuran lapangan, papan proyek yang terpampang di wilayah RW 04 hanya mencantumkan kegiatan “Pembangunan Jalan Aspal RW 04” dengan nilai Rp 200.000.000 (termasuk PPN dan PPh), volume 1.038 m², bersumber dari Bantuan Provinsi (Banprov) Tahun 2025, dan dilaksanakan oleh TPK Desa Kemantran.
Namun ironisnya, papan kegiatan tersebut tidak menjelaskan secara rinci jenis pekerjaan pengaspalan—apakah berupa lapen (lapisan penetrasi), hotmix, atau sekadar sand sheet (lapisan tipis aspal pasir). Hal itu menimbulkan kebingungan dan kecurigaan di masyarakat, sebab ketidakjelasan spesifikasi teknis sering menjadi celah munculnya penyimpangan anggaran.
Publik Bingung, Transparansi Dipertanyakan
Sebagai bentuk keterbukaan publik, papan proyek seharusnya memberikan informasi yang jelas dan lengkap. Namun dalam kasus Desa Kemantran, papan proyek justru menimbulkan kebingungan. Masyarakat bertanya-tanya, jenis pekerjaan seperti apa yang bisa menelan biaya sebesar Rp 200 juta hanya untuk 1.038 meter persegi.
“Kalau ternyata pekerjaan ini hanya sand sheet, maka sangat mungkin terjadi kelebihan anggaran yang tidak sedikit. Ini harus diperjelas dan diaudit,” ungkap salah satu warga yang enggan disebut namanya.
Gerhana Indonesia DPD Jawa Tengah menilai ketidakjelasan informasi ini sebagai bentuk pelanggaran terhadap asas transparansi dan akuntabilitas publik. “Pemerintah desa wajib menjelaskan kepada masyarakat apa yang sebenarnya dikerjakan. Dana Banprov adalah uang rakyat, bukan dana pribadi yang bisa dipakai sesuka hati,” tegas Ms. Ree (Reejihono), Ketua Satgasus Gerhana Indonesia DPD Jawa Tengah.

Dugaan Kelebihan Anggaran dan Minimnya Pengawasan
Menurut Ree, proyek seperti ini perlu mendapat perhatian serius. Ketika jenis pekerjaan tidak disebutkan dengan jelas, maka publik kehilangan dasar untuk menilai wajar atau tidaknya anggaran yang digunakan.
“Kalau kita hitung kasar, nilai Rp 200 juta untuk luas 1.038 meter persegi sangat besar jika hanya pekerjaan lapisan tipis. Maka, patut diduga ada kelebihan anggaran atau penyimpangan perencanaan,” tegasnya.
Gerhana Indonesia juga menilai lemahnya pengawasan dari perangkat desa maupun pihak kecamatan dalam memastikan keterbukaan proyek fisik. Padahal, papan proyek adalah alat komunikasi publik agar masyarakat bisa ikut serta mengawasi penggunaan dana pemerintah.
“Jangan jadikan papan proyek sekadar formalitas. Ini bukan hiasan jalan, tapi simbol keterbukaan dan tanggung jawab kepada rakyat,” tambah Ree.
Gerhana Indonesia Desak Pemeriksaan oleh Aparat Penegak Hukum
Melihat adanya potensi penyimpangan dan ketidakjelasan anggaran, Gerhana Indonesia mendesak Inspektorat Kabupaten Tegal, Kejaksaan Negeri Tegal, dan Aparat Penegak Hukum lainnya untuk turun langsung memeriksa kegiatan tersebut.
“Pemeriksaan ini penting untuk memastikan tidak ada manipulasi pekerjaan, penggelembungan harga, ataupun penyalahgunaan dana Banprov 2025,” ujar Ree.
Ia menegaskan, pihaknya siap memberikan dukungan data lapangan dan hasil dokumentasi kepada aparat penegak hukum untuk kepentingan investigasi. “Kami bukan mencari kesalahan, tapi menuntut kejelasan. Karena kalau tidak diawasi, uang rakyat bisa habis tanpa manfaat nyata bagi masyarakat,” tambahnya.
Transparansi Adalah Kunci Kepercayaan Publik
Gerhana Indonesia mengingatkan kembali bahwa setiap proyek pembangunan yang bersumber dari dana pemerintah wajib mencantumkan spesifikasi teknis lengkap, termasuk panjang, lebar, ketebalan, jenis lapisan, dan sumber dana. Tanpa itu, masyarakat tidak dapat melakukan fungsi kontrol sosial sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
“Ketidakjelasan adalah awal dari ketidakjujuran. Dan ketidakjujuran dalam proyek publik harus dilawan,” pungkas Ree dengan tegas.
Gerhana Indonesia Siap Kawal
Sebagai lembaga sosial kontrol, Gerhana Indonesia DPD Jawa Tengah akan terus mengawal proyek-proyek pembangunan desa agar benar-benar tepat sasaran, transparan, dan tidak diselewengkan.
“Kami tidak akan diam. Bila ada dugaan penyimpangan, kami akan tindaklanjuti ke instansi penegak hukum. Masyarakat berhak tahu ke mana uang mereka digunakan,” tutup Ree.







