Targetjurnalis.id – Deli Serdang :
Masyarakat mengaku kecewa atas peresmian proyek bendungan Lau Simeme
yang pernah diresmikan Presiden Joko Widodo beberapa tahun lalu. Peresmian proyek tersebut dinilai cacat hukum.
Pasalnya, usut punya usut ternyata sebanyak 168 warga petani atau dengan luas lahan seluas sekira 300 Ha belum menerima ganti rugi.
Berdasarkan data yang disampaikan sumber warga setempat pihak Balai Wilayah Sungai Sumatera II (BWSS II) terkesan lepas tangan dari persoalan yang merugikan warga setempat.
Seolah -olah tdak tahu menahu soal harga tanah warga yang terdampak pada pembangunan bendungan Lau Simeme di Kecamatan Sibiru-Biru, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara.
Warga yang terdampak akibat pembangunan Bendungan Lausimeme di Sumatera Utara meminta keadilan agar pemerintah Prabowo turun tangan menyelesaikan proyek yang diresmikan mantan presiden Jokowi diduga menciderai rasa keadilan.
“Seharusnya presiden Jokowi tidak layak meresmikan proyek bendungan Lau Simeme. Karena ganti rugi belum tuntas dan merugikan warga petani,” ujar sumber belum lama ini.
Seperti diketahui, Bendungan Lau Simeme di Deli Serdang, Sumatera Utara, Indonesia yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo meninggalkan duka tersendiri bagi masyarakat. Ratusan warga hingga saat ini belum mendapatkan uang ganti rugi yang seharusnya mereka peroleh sejak bendungan diresmikan pada 16 Oktober 2024 lalu. Tak hanya itu, persoalan lain juga muncul sepeninggal Presiden Jokowi karena ternyata lahan warga tak dihargai sebagaimana seharusnya.
Salah satu korban yang terkena dampak dari bendungan ini adalah Ngampun Tarigan (75), warga dari Desa Rumah Gerat, Kecamatan Sibiru-Biru mengatakan bila pihak Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Mutaqqin Bambang Purwanto Rozak Uswatun dan Rekan (MBPRU) awalnya hanya menghargai tanah perkebunan miliknya sebesar Rp40.000 per meter.
Namun, ujarnya, Ngampun Tarigan mengaku menolak harga tersebut karena tanah di sebelahnya dihargai lebih tinggi dari pada miliknya.
“Kok harga sebelah saya lebih mahal padahal sama-sama di pinggir jalan. Ayo kita tengok kubilang ke petugas (KJPP MBPRU) kok harganya 80.000 per meter dan kondisi tanah mereka curam. Kenapa bisa begitu? Kita lihat di lapangan. Tanah saya lebih datar, kenapa lebih murah?” kata Ngampun Tarigan menirukan pertanyaannya saat bertemu dengan petugas KJPP MBPRU.
Mendengar hal tersebut, lanjut Ngampun Tarigan, petugas KJPP MBPRU langsung mengubah harga tanah miliknya dari Rp40.000 per meter menjadi Rp50.000 per meter.
Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera II Medan yang berada di Jalan Jenderal Besar Nasution, Johor Baru, Medan, Sumatera Utara, terkesan tidak transparan terhadap hak -hak warga yang menjadi korban ketidakadilan.
Dimana BWS Sumatera II adalah menjalankan perintah undang-undang membangun dan mengelola Bendungan Lausimeme di Sumatera Utara. Bendungan dibangun agar banjir yang membanjiri kota Medan selama ini dapat selesai.
Sejumlah aktivis Republik Corruption Watch (RCW) Medan, Ahmad Dahlan Saragih mengatakan mendukung perjuangan warga korban proyek bendungan Lau Simeme untuk melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan komisi III DPR RI untuk mengungkap realisasi proyek termasuk dana ganti rugi tanah.
Sumber juga menyebutkan bahwa adanya oknum Yang melakukan perambahan hutan milik masyarakat. Padahal belum dilakukan pembayaran ganti rugi.
Warga juga mendesak agar Presiden Prabowo memberi atensi sesui permintaan warga di 5 desa Kecamatan Sibiru-Biru. Hingga berita ini dilansir, Kepala BWSS II belum bisa dikonfirmasi.
(KRO/RD/TIM)